Translate

Kontrakan & Kost Bu Yun

WA / Telpon : 085652216808 ( Nino Nurmadi, S.Kom )

Jangan Tertipu dengan Ampunan Allah: Nasihat Ibnul Qayyim bagi Pendosa

 Ibnul Qayyim dalam kitab Ad-Daa’ wa Ad-Dawaa‘ mengingatkan agar tidak terjebak dalam anggapan bahwa dosa-dosa akan terhapus hanya dengan amalan lahiriah seperti istighfar atau puasa sunnah, tanpa disertai taubat yang tulus, meninggalkan dosa, dan berbuat kebaikan yang nyata.

Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan dalam kitab Ad-Daa’ wa Ad-Dawaa’ (hlm. 32-40) sebagai berikut:Seorang hamba mengetahui bahwa maksiat dan kelalaian termasuk sejumlah sebab yang pasti mendatangkan bahaya atas dirinya, baik di dunia maupun di akhirat.

Pertama: Allah itu Maha Pengampun

Ada kalanya jiwa manusia menipu dirinya sendiri, misalnya mengandalkan kepada ampunan Allah serta menunda taubat. Terkadang juga berlindung dengan ucapan istighfar secara lisan, melaksanakan perkara-perkara yang disunnahkan, atau ilmu yang ia miliki. Terkadang pula dengan menjadikan takdir sebagai dalih, menjadikan hal-hal yang mirip dengan itu sebagai alasan, atau dengan alasan mengikuti para pemimpin.

Kedua: Perbanyak Istighfar, Dosa Akan Terhapus

Banyak orang menyangka bahwa apabila seseorang melakukan kemaksiatan lalu mengucapkan: “Astaghfirullah,” maka dampak negatif atau dosa dari kemaksiatan tersebut akan hilang dan selesailah urusannya.

Ketiga: Melaksanakan Amalan Sunnah seperti Berdzikir dan Thawaf akan Menghapus Dosa


Ada orang yang mengaku faqih berkata kepadaku: “Aku akan berbuat semauku lalu aku mengucapkan: ‘Subhanallah wa bi hamdih’, sebanyak seratus kali, maka apa yang kulakukan itu akan terampuni seluruhnya,” sebagaimana riwayat shahih dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda,ِمَنْ قَالَ فِي يَوْمٍ سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ مِائَةَ مَرَّةٍ حُطَّتْ عَنْهُ 

“Barang siapa mengucapkan: ‘Subhanallah wa bi hamdih’ 

(Maha Suci Allah dan aku memuji-Nya), sebanyak seratus kali dalam sehari, maka dosa-dosanya akan dihapus walaupun sebanyak buih di lautan.” (HR. Bukhari, no. 6042 dan Muslim, no. 2691]

Seorang penduduk Makkah berkata kepada saya: “Jika seorang dari kami berbuat dosa, ia pun mandi dan melakukan thawaf sebanyak tujuh kali. Dengan demikian, dosa tersebut terhapus darinya.”

Keempat: Allah Mengampuni Dosa Walaupun Dilakukan Berulang Kali

Ada juga yang berkata kepada saya: “Dalam riwayat yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam disebutkan bahwa beliau bersabda:ِ«أَذْنَبَ عَبْدٌ ذَنْبًا، فَقَالَ: أَيْ رَبِّ أَصَبْتُ ذَنْبًا فَاغْفِرْ لِي، فَغَفَرَ اللَّهُ ذَنْبَهُ، ثُمَّ مَكَثَ مَا شَاءَ اللَّهُ، ثُمَّ أَذْنَبَ ذَنْبًا آخَرَ، فَقَالَ: أَيْ رَبِّ أَصَبْتُ ذَنْبًا، فَاغْفِرْ لِي، فَقَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: عَلِمَ عَبْدِي أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِهِ، قَدْ غَفَرْتُ لِعَبْدِي، فَلْيَصْنَعْ مَا شَاءَ.»ِ،dosa, lalu ia berkata: ‘Wahai Rabbku, sesungguhnya aku telah melakukan dosa, maka ampunilah aku.’ Allah pun mengampuninya. Setelah itu, ia menahan diri dari maksiat selama beberapa waktu, kemudian ia melakukan lagi dosa yang lain. Ia lantas berkata: ‘Wahai Rabbku, sesungguhnya aku telah berbuat dosa, maka ampunilah aku.’ Allah pun kembali mengampuninya. Setelah itu, ia menahan diri dari maksiat selama beberapa waktu, lalu ia berbuat dosa lagi. Ia pun berkata: ‘Wahai Rabbku, sesungguhnya aku telah berbuat dosa, maka ampunilah aku.’ Allah ‘azza wa jalla berkata: ‘Hamba-Ku mengetahui bahwa ia mempunyai Rabb yang mengampuni dosa dan menghukum karenanya. Aku telah mengampuni hamba-Ku itu. Maka berbuatlah semaunya.’ Kemudian, orang itu berkata: ‘Aku tidak ragu bahwa aku memiliki Rabb yang akan mengampuni dosa dan menghukum karenanya!’”

(HR. Bukhari, no. 7068 dan Muslim, no. 2758)

Kelima: Mencintai Orang Saleh dan Mengunjungi Kuburnya

Ada yang tertipu dengan permasalahan murji’ah bahwa iman itu hanya tashdiq (membenarkan), sedangkan amal tidak termasuk bagian dari iman. Iman manusia yang fasik itu bisa sama dengan imannya Jibril dan Mikail.

Keenam: Mencintai Orang Miskin dan Mengkultuskan Kubur Orang Saleh

Sebagian lagi tertipu dengan mencintai orang-orang miskin, para syaikh, dan orang-orang saleh. Misalnya, dengan banyak mengunjungi kuburan para wali Allah tersebut, memohon kepada mereka dengan merendahkan diri, meminta syafa’at mereka, bertawassul kepada Allah dengan mereka, serta berdoa kepada-Nya dengan hak mereka atas Allah dan kehormatan mereka di sisi-Nya.
Ketujuh: Mengingat Kebesaran Nenek Moyang

Sebagian lain tertipu dengan kebesaran nenek moyang dan para pendahulunya. Ia menyangka bahwa mereka mempunyai kedudukan dan derajat kesalihan di sisi Allah. Ia juga menyangka bahwa mereka tidak akan meninggalkannya hingga berhasil mencarikan jalan keluar untuknya. Hal ini dapat disaksikan di kalangan para raja. Mereka melimpahkan dosa keturunan dan keluarga mereka kepada “orang-orang khusus” di sekitar mereka. Jika salah satu dari mereka terjerumus melakukan dosa besar, maka ayah atau kakeknya mencarikan jalan keluar untuknya dengan pangkat dan kedudukannya.

Dll...